BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut World
Health Organization (WHO) penggunaan
alat kontrasepsi adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
istri untuk mendapatkan objek-objek tertentu, menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval
diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami istri, dan untuk menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2008)
Di Indonesia masalah
kematian ibu adalah masalah yang sangat kompleks seperti status wanita dan
pendidikan. Masalah tersebut juga
diperbaiki sejak awal. Tetapi kurang realistis apabila mengharapkan perubahan
drastis dalam waktu yang singkat. Tingginya angka kelahiran berkaitan erat
dengan usia wanita pada saat perkawinan pertama. Secara nasional, meskipun usia kawin pertama
umum 25-49 tahun, telah ada peningkatan.
Namun umur kawin yang pertama menunjukkan angka yang relatif rendah,
yakni 19,2 tahun, median umur kawin di pedesaan 18,3 tahun dan di perkotaan
20,3 tahun (Depkes RI, 2008).
Pelayanan KB yang berkualitas belum sepenuhnya
menjangkau seluruh wilayah nusantara.
Pada saat sekarang ini paradigma program KB telah mempunyai visi
dari mewujudkan NKKBS menjadi visi
untuk mewujudkan keluarga berencana yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang
berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memilih
jumlah anak yang ideal. berwawasan ke depan, bertanggung jawab dan
harmonis. Visi tersebut dijabarkan dalam
6 visi yaitu memberdayakan masyarakat, menggalang kemitraan, dalam peningkatan
kesejahtera-an, kemandirian dan ketahanan keluarga. Meningkatkan kegiatan
khusus kualitas KB dan kesehatan reproduksi, meningkatkan promosi, perlindungan
dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi dan meningkatkan upaya pemberdayaan
perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui program KB
serta mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sejak pembuahan dan
kandungan sampai pada usia lanjut. Salah satu alat kontrasepsi yang digalakkan
pemerintah untuk metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah implant (Hartanto, 2010).
Data
WHO menunjukkan bahwa pengguna alat kontrasepsi implant di seluruh dunia masih di
bawah alat kontrasepsi suntik, pil, dan IUD, terutama di negara-negara
berkembang. Persentase pengguna alat kontrasepsi suntik yaitu 35,3%, pil yaitu
30,5%, IUD yaitu 15,2% sedangkan implant di bawah 10% yaitu 7,3%, dan alat
kontrasepsi lainnya sebesar 11,7% (Safrina, 2012).
Tingkat
kesejahteraan juga dapat ditentukan terhadap seberapa jauh gerakan keluarga
berencana dapat dilakukan dan diterima oleh masyarakat. Salah satu bagian dari program KB nasional
adalah KB implant. Kontrasepsi untuk
kebutuhan KB yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pemasangan norplant
(susuk KB), sederhana dan dapat diajarkan, tetapi masalah mencabut susuk KB
memerlukan perhatian karena sulit dicari metode yang mudah dan aman (Manuaba,
2010).
Meskipun program KB Implant dinyatakan cukup berhasil di
Indonesia,
namun dalam pelaksanaannya hingga saat ini juga masih mengalami
hambatan-hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia
Subur (PUS) yang masih belum menjadi peserta KB. Disinyalir ada beberapa faktor
penyebab mengapa wanita PUS enggan menggunakan alat maupun kontrasepsi.
Faktor-faktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu: segi pelayanan
KB, segi kesediaan alat kontrasepsi, segi penyampaian konseling maupun Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) dan hambatan budaya. Dari hasil SDKI (2010) diketahui
banyak alasan yang dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi
adalah karena alasan fertilitas. Selain alasan fertilitas, alasan lain yang
banyak disebut adalah berkaitan dengan alat/cara KB yaitu: masalah kesehatan,
takut efek samping, alasan karena pasangannya menolak dan alasan yang berkaitan
dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal.
Pemerintah terus menekan laju pertambahan jumlah
penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). Sebab jika tidak meningkatkan peserta KB maka
jumlah penduduk Indonesia akan mengalami peningkatan, apabila kesetaraan ber
KB, pertahun, angkanya tetap sama (60,3%) maka jumlah penduduk Indonesia tahun
2015 menjadi sekitar 255,5 juta. Terkait program KB nasional menurut kepala
BKKBN pusat ternyata cukup menggembirakan yaitu kesetaraan ber KB berdasarkan
SDKI, tercatat 61,4% dari Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada naik menjadi
65,97%. Demikian juga angka kelahiran total dari 2,7 turun menjadi 2,5.
Sedangkan laju pertambahan penduduk menunjukkan angka penurunan dari 2,86%
menjadi 1,17% (Wiknjosastro, 2009).
Di propinsi
Sumatera Utara, perkembangan pasangan usia subur yang aktif sebagai peserta KB
yang dilaporkan dari kabupaten/kota sampai akhir Desember 2012 mencapai
1.312.405 pasangan atau 65.19% dari 2.013.452 pasangan usia subur yang ada di
Sumatera Utara. Berdasarkan pemakaian metode/alat kontrasepsi para pasangan
usia subur yang masih aktif sebagai peserta KB terdiri dari pemakaian alat
kontrasepsi PIL mencapai 35,24% menyusul pemakaian Suntikan mencapai 33,53%,
menggunakan IUD mencapai 10,63%, dengan metode medis operasi wanita (MOW)
mencapai 8,34%, peserta Implant mencapai 7,41%, pemakaian Kondom mencapai 4,58%
dan dengan metode medis operasi pria (MOP) hanya 0,28% dari jumlah pasangan
usia subur yang aktif sebagai peserta KB (Wiratno, 2012).
Data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan bahwa pada tahun 2012
jumlah PUS sebanyak 33.360 orang yang
terdiri dari peserta KB aktif sebanyak
10.532 orang, peserta KB baru sebanyak 674 orang. Jumlah peserta KB
aktif yang menggunakan implant sebanyak 1.615 orang, sedangkan jumlah peserta
KB baru yang menggunakan implant sebanyak 84 orang (Dinkes Kabupaten Tapanuli
Selatan, 2013).
Berdasarkan survey awal penelitian yang dilakukan di
Puskesmas Sayurmatinggi bahwa jumlah PUS di wilayah kerja Puskesmas Sayurmatinggi
sebanyak 2.824 orang. Jumlah peserta KB aktif sebanyak 561 orang, sedangkan
jumlah peserta KB baru sebanyak 74 orang. Jumlah akseptor KB aktif yang
menggunakan implant sebanyak 61 orang,
sedangkan jumlah akseptor KB baru yang menggunakan implant sebanyak 2 orang. Dari seluruh desa yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Sayurmatinggi, desa yang paling tinggi ibu PUS
yang tidak menggunakan alat kontrasepsi adalah Desa Sipange Siunjam. Dari
jumlah ibu PUS yang ada di desa tersebut
yaitu sebanyak 735 orang, jumlah ibu yang menggunakan alat kontrasepsi implan
hanya 28 orang (3,8%). Dari data tersebut, jika dibandingkan dengan akseptor KB
lainnya seperti KB suntik, pil, dan IUD, minat ibu untuk menggunakan implant
masih rendah. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi minat ibu terhadap
pemakaian kontrasepsi implant seperti tingkat pendidikan ibu, pengetahuan yang
kurang baik, banyaknya jumlah anak, dan sikap yang negatif terhadap kontrasepsi
implant.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan memilih judul tentang Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Minat Ibu Terhadap Pemakaian Kontrasepsi Implant di Desa
Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi
Tahun 2013.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi minat ibu terhadap pemakaian kontrasepsi implant di Desa
Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun 2013.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat
ibu terhadap pemakaian kontrasepsi implant di Desa Sipange Siunjam wilayah Puskesmas
Sayurmatinggi tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui pengaruh
tingkat pendidikan yang mempengaruhi minat ibu terhadap pemakaian kontrasepsi
implant di Desa Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun 2013.
2.
Untuk mengetahui pengaruh
tingkat pengetahuan yang mempengaruhi minat ibu terhadap pemakaian kontrasepsi
implant di Desa Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun 2013.
3.
Untuk mengetahui pengaruh jumlah
anak yang mempengaruhi minat ibu terhadap pemakaian kontrasepsi implant di Desa
Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun 2013.
4.
Untuk mengetahui pengaruh sikap
yang mempengaruhi minat ibu terhadap pemakaian kontrasepsi implant di Desa
Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun 2013.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1.
Bagi peneliti
Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain jika ingin
melakukan peneliti yang berhubungan
dengan masalah yang sama di masa yang akan datang.
2.
Bagi instansi kesehatan
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi instansi
kesehatan dalam pelayanan kesehatan, khususnya di Desa Sipange Siunjam wilayah Puskesmas
Sayurmatinggi.
3.
Bagi PUS
Dapat menjadi saran dan masukan bagi PUS dalam rangka
peningkatan pengetahuan mengenai
kontrasepsi implant.
1.5. Hipotesis Penelitian
Yang menjadi
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak
ada pengaruh pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, dan sikap ibu terhadap
pemakaian kontrasepsi implant di Desa Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun
2013.
Ha : Ada pengaruh pendidikan,
pengetahuan, jumlah anak, dan sikap ibu terhadap pemakaian kontrasepsi implant di
Desa Sipange Siunjam Kecamatan Sayurmatinggi tahun 2013.
Menerima olah DATA SPSS utk Sekripsi Kesehatan dengan waktu yang cepat.
paling lama 2 hari. paling cepat 6 jam
hub ; 085277011414
judul lainnya klik DISINI